BLOG PUNYANYA HANIEF.....: Kenapa orang suka aneh klo bicara On line?

Satu ketika saya tulis pernyataan di facebook: 'orang yang normal pada saat ketemu, suka jadi nasty dalam percakapan online . ' Dalam 7 menit, sudah ada 12 tanggapan. Dalam dua hari, sudah meluap sehingga diskusi diberhentikan dan keluarlah artikel ini.

Nick Simz (paling tidak itu namanya di facebook) yang cerdas menulis: 'memang ada beberapa orang yang kalau ketemu normal, tapi kalau online/chat/ sms jadi rada aneh... makanya banyak "unneccessary social drama" di dunia online, lucu juga hehehe.'

Di balik perlindungan dunia virtual, sikap galak dan bermusuhan dipamerkan secara bebas. Ini yang membuat dunia cyber asyik dan dramatis. 'Unnecessary social drama,' Nick Simz menyebutnya, tapi drama yang asyik walaupun tidak perlu.

Riris mengiyakan. 'memang bagi kebanyakan orang, apalagi di Indonesia, tampaknya keseragaman pola pikir dianggap kewajaran, bahkan keharusan... makanya kalau tersembunyi orang terus merasa berhak ngamuk dan ngerusak...' ditambah dengan orang lain yang menulis, ' semuanya seperti bauran antara ke GR an, buang badan, aji mumpung, narsis, depresesi, penakut, psycho, .... lempar batu sembunyi tangan.

Terus mengalir, pendapat orang tentang topik ini. Bagian terbesar tidak suka pada orang yang tidak mau berterus terang. Saya cenderung setuju, tapi hati kecil mengatakan bahwa semua orang ada benarnya. Kalau kita tahan, semuanya memperkaya pandangan kita. Hidup lebih berwarna kalau banyak hal yang kita tidak mengerti. Kita menjadi bertanya, menurut Ebiet G. Ade: '.. Barangkali disana ada jawabnya.' Kita bisa bersikap positif seperti Anne Frank gadis kecil Yahudi menghadapi Nazi yang bengis di Perang Dunia Kedua, yang mengatakan: "I truly believe that deep inside, people are good at heart," tapi kemudian dia dibunuh

Triyatni mengatakan dari Makassar: 'yang pakai topeng itu kadang memang menjengkelkan, tetapi juga menarik bagi yang suka main tebak-tebakan. Ya, syukurlah ...ambil positifnya, sudah baik mereka memberanikan diri muncul di permukaan, walau masih malu-malu. Cuma kalau pakai maki-maki terus bertopeng, itu sih "ballorang" kata orang Makassar.'

Kelihatannya ada konsensus bahwa merahasiakan identitas adalah suatu kelainan, atau paling suatu kelemahan dan bahwa itu ada hubungannya dengan budaya tradisional di Indonesia. Apakah semua ini topik yang baru, gejala komunikasi online? Tunggu dulu. Marisa mengatakan: 'Give a man a mask, and he'll show you his true face..' membuat kita ingat pada Oscar Wilde, pujangga dan penulis teater Irlandia yang mengatakan hal serupa. Hanya jika identitasnya disembunyikan, seseorang bisa sepenuhnya jujur. Kata lirik lagu Paul McCartney 'Elizabeth Rigby' tiap orang punya muka yang disimpannya dalam botol: 'Lives in a dream.. Waits at the window, wearing the face that she keeps in a jar by the door"

Di sekolah, seorang anak setiap hari memakai topeng untuk menghindari konflik dengan temannya dan dengan gurunya. Kadang-kadang kita ketawa-ketawa, ngobrol, bercanda seakan-akan kita bahagia, padahal sebal sekali suasana di sekolah. Sama juga dengan topeng yang dipakai di kantor. Sudah umum kita memakai topeng untuk menyembunyikan emosi dan pikiran yang tidak bisa ditebak oleh teman dekat sekalipun.

Pasti orang banyak memakai topeng, kalau tidak banyak sekali orang berkelahi. Toleransi sendiri bisa berasal dari keinginan memakai topeng menyembunyikan bias kita, jadi akhirnya kita bisa mendengar pendapat golongan lain.

Topeng adalah alat bantu komunikasi kalau tidak ada saling percaya. Kita tidak bisa bicara terbuka dengan menampilkan muka kita yang sesungguhnya. Kalau muka kita disembunyikan, kadang-kadang kita merasa aman untuk membeberkan seluruh rahasia kita.

Orang mabuk-mabukan akan lancar berceritera. Itu juga semacam topeng. Dengan begitu kita bisa nyatakan perasaan kita tanpa harus tanggung jawab. Mungkin ini ada hubungannya dengan bicara online. Jadi, bagus atau tidak gejala orang jadi aneh kalau online? Tidak ada jawaban pasti. Orang bertopeng bisa penjahat atau perampok, bisa juga Batman atau Spiderman.

WIMAR WITOELAR